Mengapa mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berupa benda atau peristiwa hebat sebagaimana Nabi dan Rasul sebelumnya? Misalnya berupa tongkat yang bisa membelah lautan seperti Nabi Musa. Atau tidak terbakar oleh api yang berkobar seperti dialami Nabi Ibrahim. Atau menyembuhkan orang buta dan sakit lepra seperti dilakukan Nabi Isa.
Orang-orang kafir Quraisy pernah meminta supaya Nabi Muhammad menunjukkan suatu mukjizat misalnya mengubah bukit Shafa menjadi emas atau rumah beliau menjadi emas. Namun hal itu tidak dikabulkan Allah sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Isra’ ayat 93.
Mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al Quran. Meskipun beliau juga mengalami berbagai peristiwa hebat mulai dari air dalam timba kecil yang cukup diminum 1.200 orang di Hudaibiyah sampai membelah bulan, namun itu semua dipandang tidak lebih penting dari Al Quran. Hanya Al Quran yang ditantangkan Allah kepada semua orang untuk menandinginya.
Mengapa mukjizat utama Rasulullah adalah Al Quran dan bukan benda atau peristiwa hebat seperti Nabi dan Rasul sebelumnya? Buya Hamka menjelaskan dalam Tafsir Al Azhar bahwa mukjizat seorang Rasul harus sesuai dengan risalahnya.
Jika risalahnya untuk seluruh umat manusia di segala zaman, maka mukjizat itu juga harus bertahan di sepanjang zaman.
Benda atau peristiwa hebat sebagaimana Nabi dan Rasul sebelumnya hanya bisa disaksikan saat Nabi tersebut hidup. Setelah Nabi tersebut wafat, maka tinggallah sejarah. Sedangkan Al Qur’an, ia bisa disaksikan kapan saja. Termasuk tantangan Allah untuk menandingi Al Qur’an, terus berlaku hingga saat ini hingga hari kiamat nanti.
Kedua, ada peristiwa-peristiwa hebat di masa lalu yang di masa kini tidak lagi dipandang sehebat dulu. Misalnya tidak terbakar di dalam api. Di zaman sekarang, ada orang-orang semacam orang Yogi yang kuat mengadakan pertapaan lalu bisa berjalan di tengah api tanpa terbakar.
Kemajuan ilmu kedokteran membuat proses penyembuhan terasa lebih mudah. Orang yang buta bisa melihat kembali, orang sakit kanker hati bisa transplantasi, dan sebagainya. Sehingga mukjizat penyembuhan pun bukan hal yang sehebat dulu.
Sedangkan Al Quran, hingga saat ini tidak tertandingi. Semakin didalami dengan pemikiran dan hati yang jernih, semakin terasa keajaibannya.
“Tegasnya,” simpul Buya Hamka mengakhiri penjelasannya, “dahulu mukjizat untuk dilihat mata, sekarang mukjizat Al Quran untuk dilihat akal. Akal seluruh manusia, turunan demi turunan.”
Sumber : tarbiyah.net
via Bin Usrah
Blogger Comment
Facebook Comment