Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazرحمه الله
Pertanyaan:
Sebuah surat pertanyaan disampaikan melalui sebuah program ditulis dari ‘Ali Az-Zahrani dari Kementrian Dalam Negeri, ia bertanya: Seseorang telah meninggalkan istrinya lebih dari satu tahun di Al-Badiyah tanpa ‘udzur (alasan) syar’i untuk semata-mata mengumpulkan uang karena kecintaannya pada dunia dan keinginan berbangga diri dengannya. Dan sekarang ia telah meninggalkan istrinya itu selama lebih dari tujuh bulan di Al-Badiyah bersama keluarganya, dalam keadaan tidak ada pria (dewasa) di dalam keluarganya itu, untuk semata-mata mengumpulkan uang. Maka apakah perbuatan yang seperti ini diperbolehkan ataukah tidak? Kami mengharapkan segera jawaban/faidah dan semoga Allah mengaruniakan ketepatan/kebenaran kepadamu.
Jawaban:
Sesungguhnya pada hakikatnya perbuatan tersebut merupakan suatu kerendahan dari orang tersebut. Karena sesungguhnya di antara yang penting atau yang dituju oleh seseorang dari pengumpulan dunia adalah bernikmat-nikmat dalam mengikuti keinginan syahwatnya. Dan sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mendahulukan penyebutan “wanita-wanita” sebelum “harta yang banyak” dalam firmannya:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan dari wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, hewan-hewan ternak, dan sawah ladang..”. (QS. Ali ‘Imran: 14)
Maka aku tidak tahu bagaimana orang tersebut dapat bersabar selama itu dari (tidak menggauli) istrinya dengan alasan mengumpulkan dunia yang mana dunia itu tidak akan berguna baginya jika dia tidak mengindahkan pencapaian kenikmatannya?
Dan sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Dunia itu kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah wanita yang shalihah”.
Sehingga jika wanita/istrinya itu ridha terhadap apa yang dilakukan suaminya itu, maka suami itu tidak berdosa. Hal ini karena haknya adalah pada wanita/istri itu. Kecuali jika pada penelantaran baik bagi pihak suami atau pada pihak istri itu terdapat kekhawatiran akan timbulnya fitnah pada keduanya. Maka dalam hal ini wajib bagi suami tersebut untuk menjaga kehormatan istrinya. Jika sang istri menuntut keberadaan suaminya dan tidak ridha terhadap kepergian suaminya selama itu, maka wajib bagi sang suami untuk menunaikan hak-hak istri dan tidak meninggalkannya dengan safar/kepergiannya tersebut.
Sumber : http://www.atsar.id
via Bin Usrah
Blogger Comment
Facebook Comment