Pertanyaan:Asslamualaikum warrohmatullah wabarokatuh Ustadz, saya ingin bertanya mengenai sholat. saya pernah dengar istilah jamak suri. sebenarnya sholat apakah itu?, apa bedanya dengan sholat jamak biasa yang sering kita lakukan?
Lalu kalau kita melakukan sholat jamak suri apa itu sah, gugur kewajiban kita? Mohon penjelasannya.
Jawaban:Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh,
Jama’ Shuri mungkin bukanlah istilah yang familiar di telinga kita, tapi memang itu ada dan diamalkan di kalangan ulama fiqih. Munculnya istilah tersebut, bermula dari perbedaan pandangan antara madzhab Al-Hanafiyah dan 3 madzhab fiqih lainnya; Al-Malikiyah, Al-Syafi’iyyah, dan juga Al-Hanabilah.
Kita di Indonesia yang terbiasa dengan tsaqofah Al-Syafi’iyyah, -karena memang guru-guru fiqih masa awal masuknya Islam ke Indonesia ini bermadzhab Al-Syafi’iiyah- sudah terbiasa dengan istilah jama’ antara 2 sholat, yaitu antara zuhur – ashar dan juga maghrib – isya.
Empat Madzhab Selain Al-Hanafiyah Membolehkan Jama’Bahkan bukan hanya Al-Syafi’iyyah, bahwa men-jama’ antara 2 sholat itu juga yang menjadi pegangan oleh ulama madzhab 4 selain Al-Hanafiyah.
Yaitu seorang yang sedang dalam perjalanan, selain dibolehkan meng-qashar sholat, ia juga dibolehkan untuk menjama’ sholat zuhur dan ashar di salah satu waktu kedua sholat itu. Begitu juga dengan maghrib dan isya.
Banyak dalil yang dipakai oleh jumhur untuk menguatkan boleh jama’ dalam safar, diantaranya:
كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَل قَبْل أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَالظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَل فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا
“Dari Anas bin Malik ra, Rasul saw, jika berpegian sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan sholat zuhurnya sampai waktu ashar. Kemudian beristirahat dan menjama’ sholat keduanya (zuhur dan ashar)” (HR Muslim)
عَنْ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال : خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا
“dari sahabat Muadz bin Jabal, beliau berkata: Kami keluar dalam perang tabuk bersama Nabi saw, dan beliau saw melaksanakan sholat zuhur dan ashar secara jama’, begitu juga sholat maghrib dan isya’ secara jama’ ” (HR Muslim)
Selain karena safar, ada beberapa sitausi yang membolehkan seorang muslim untuk menjama’ sholatnya menurut jumhur, diantaranya: Haji, sakit (menurt Hanbali), dan juga keadaan darurat yang sifatnya insidentil dan mendesak.
Al-Hanafiyah: Tidak ada Jama’ Kecuali di ‘Arafah dan MuzdalifahBerbeda dengan pendangan jumhur, Al-Hanafiyah dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada jama’ kecuali jika seorang muslim berada di muzdalifah dan Arafah.
Karena memang ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sholat pada waktunya itu semua pada derajat yang mutawatir, yang berarti qath’iy (pasti). Jadi hukum yang dikandungnya tidak bisa dijatuhkan –dalam madzhab Al-hanafiyah- kecuali dengan dalil yang qath’iy juga.
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya kewajiban sholat bagi orang mukmin itu telah ditentukan waktunya” (An-Nisa 103)
Bahkan dalam sebuah riwayat yang shahih dari Imam Al-Bukhori dalam kitabnya Al-Jami’ Al-Shahih, yang terkenal dengan shahih bukhori, dari Imam Ibnu mas’ud ra, beliau berkata:
قَال ابْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَا رَأَيْت النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلاَةً لِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلاَّ صَلاَتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِجَمْعٍ أَيْ بِمُزْدَلِفَةَ
“Aku tidak pernah melihat Nabi saw sholat bukan pada waktunya kecuali 2 sholat, belau menjama’ sholat maghrib dan isya di jama’ atau di muzdalifah” (HR BUkhori)
Ini yang menjadi dalil bagi kalangan Al-Hanafiyah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu ‘Abdin dalam hasyiyahnya (Radd Al-Muhtar 1/382).
Beliau juga menambahkan bahwa Bagaimana bisa sesuatu yang mempunyai kandungan hukum pasti dikalahkan dengan sesuatu yang mempunyai banyak kemungkinan dalam maknanya (dzonniy)?
karena memang kewajiban sholat pada waktunya ia qath’iy, maka hadits-hadits yang menjelaskan tentang jama’ sholat itu yang sifatnya dzonniy itu di-ta’wil, bahwa jama’ yang dilakukan oleh Nabi saw itu adalah bukan jama’ waktunya, akan tetapi pekerjaannya saja.
Ini yang disebut oleh ulama Al-Hanafiyah dengan istilah [الجمع فعلا لا وقتا ] Al-Jam’u Fi’lan Laa Waqtan (Jama’ pekerjaannya bukan waktunya). Yaitu dengan mengakhirkan sholat zuhur di penghujung waktu dan menyegerakan ashar di awal waktu, sehingga seakan-akan seperti menajama’ padahal tidak. semua sholat dikerjakan tepat pada waktunya, hanya zuhur diakhirkan dan ashar disegerakan, itu saja!
Jama’ ShuriDari sini kemudian ulama menyimpulkan istilah Jama’ Shuri, jama’ tapi tidak jama’ sesungguhnya. Jama’ Shuri secara bahasa berarti jama’ yang tergambar, atau kesannya jama’ akan tetapi itu hanya kesan saja, sejatinya bukan jama’.
Istilah Jama’ Shuri sendiri bukanlah lahir dari kalangan Al-Hanafiyah, meialnkan dimunculkan oleh para ulama setelahnya dengan mengacu pada ta’wil Al-hanafiyah terhadap jama’ yang dilakukan oleh Nabi saw itu sendiri.
Cocok Untuk Kebutuhan MendesakPara ulama memang tidak sepaham dengan Al-Hanafiyah dalam masalah jama’ yan hanya dibolehkan di Arafah dan Muzdalifah saja.
Hanya saja para ulama sering menggunakan Jama’ Shuri ini dalam berbagai kesempatan sebagai jawaban bagi mereka yang tidak memenuhi syarat boleh jama’ akan tetapi menyulitkan jika harus sholat tepat waktu.
Seperti wanita yang istihadhoh, namun terus keluar darahnya tanpa henti. Wanita seperti ini tidak termasuk orang yang berudzur unutk bisa jama’. Akan tetapi menyulitkan sekali baginya kalau harus sholat disetiap waktu karena darahnya yang terus mengalir.
Maka untuk memudahkannya, ulama memberi solusi dengan praktek sholat Jama’ Shuri ini. ia sholat zuhur di akhir waktu mendekati ashar, dan sholat ashar di awal waktu sekali setelah ia melakukan sholat zuhur itu. Begitu juga di maghrib dan isya.
Begitu juga dengan pengantin, yang mungkin kesulitan untuk sholat karena banyaknya tamu yang datang. Mereka tidak bisa jama’ karena memang bukan orang yang boleh jama’.
Akan tetapi terlalu sulit baginya untuk bisa sholat di awal waktu setiap waktu karena aksesoris pengangtin yang menggangu, maka solusinya ialah Jama’ Shuri.
Wallahu a’lam Bi-showab, wassalamalaikum warohmatullah wabarokatuh
Sumber : islamidia.com
via Bin Usrah
Blogger Comment
Facebook Comment